Featured Video

Jumat, 18 Maret 2011

ketidakadilan perempuan dalam bidang ekonomi, sosial dan politik


Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan tugas dan kewajiban yang berbeda-beda.Sesuai kodratnya, laki-laki bertanggung jawab sebagai kepala keluarga yangberkewajiban untuk menafkahi keluarganya. Sedangkan, perempuan tercipta dengankodratnya sebagai pengurus rumah tangga. Seiring berjalannya waktu, ternyataditemukan adanya unsur ketidakadilan dari peran gender dan perbedaan gender. Kaumperempuanlah yang menjadi korban atas ketidakadilan ini.
Stereotip terhadap kaum perempuan membuat keberadaan perempuan menjadidipandang sebelah mata sehingga membuat perempuan menjadi kesulitan dalammengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan bermasyarakat. Saat ini tidak sedikitperempuan yang dipekerjakan menjadi buruh atau pekerjaan lainnya yang dianggaprendah daripada kaum laki-laki. Himpitan ekonomi saat ini, membuat banyak perempuanIndonesia terpaksa bekerja untuk menghidupi keluarganya. Hal ini membuat kaumperempuan menerima apa saja jenis pekerjaan walaupun upahnya kadang tidak sesuaidengan tenaga dan waktu yang telah dikorbankan. Stereotip terhadap perempuanmembuat pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dianggap boleh saja dibayar rendahkarena pada dasarnya yang mencari nafkah adalah kaum laki-laki dan perempuandianggap mencari tambahan saja. Keadaan inilah yang sering dialami oleh buruhperempuan di Indonesia. Selain upah yang rendah, mereka juga dikenakan kebijakanperusahaan yang merugikan mereka seperti misalnya jam kerja yang terlalu banyak.
Tindak kekerasan dan pelecehan yang kerap dialami oleh kaum perempuanmerupakan salah satu bentuk ketidakadilan yang ditimbulkan oleh peran gender danperbedaan gender. Belakangan ini banyak sekali kasus tindak kekerasan dan pelecehanyang dialami oleh tenaga kerja wanita yang dilakukan oleh majikannya.
Kaum fungsionalis berasumsi bahwa kaum perempuan tertinggal dalam proses pembangunan disebabkan oleh faktor kaum perempuannya sendiri yang tidaksanggup untuk bersaing karena sifat tradisional yang ada pada mereka. Kaum perempuan tertinggal karena sikap kebodohan dan irasional terhadap kepercayaan sikap tradisionalm ereka, sedangkan masyarakat tradisional didominasi oleh laki– laki yang bersifatotoriter. Kaum modernisasi ini berasumsi teknologilah yang akan membebaskan kaum perempuan dari ketidakadilan. Sedangkan jika kita kembali kepada teori Marx justruteknologi lah yang menjadikan posisi kaum wanita lebih rendah dari pada teknologi itusendiri karena teknologi itu mahal harganya sehingga lebih baik menggunakan tenagakaum perempuan sehingga dapat menekan biaya produksi. Inilah sebabnya kami menolakatau bersikap kontra tehadap kedua paradigma tersebut, karena sebenarnya keduaparadigma inilah yang dijadikan senjata untuk semakin merendahkan kaum perempuan.
Dalam isu adanya ketidakadilan gender yang dialami oleh perempuan, saya memilih atau setuju terhadap paradigma konflik dalam feminisme. Paradigma inimenyatakan bahwa ketidakadilan gender yang dialami perempuan di Indonesia lebihdisebabkan karena adanya sistem budaya patriarkhi yang telah mendarah daging dalammasyarakat Indonesia dan sulit untuk segera dirubah. Selain itu, paradigma ini jugamelihat adanya kesalahan struktur dalam masyarakat yang menekan perempuan sehinggaakhirnya membuat ruang gerak perempuan menjadi terbatas dan perempuan tidak dapatberkembang.
Ketidakadilangender bukanlah masalah yang dapat diatasi dengan mudah dalam waktu
yang singkat hanya dengan melakukan/mengaplikasikan beberapa cara dalam masyarakat.Untuk dapat mengatasi masalah ketidakadilan gender yang terjadi di masyarakat, dalamhal ini masyarakat Indonesia khususnya, diperlukan suatu usaha bersama dari seluruhaspek masyarakat, juga tekad yang kuat dari para pelaksananya. Jika kita memperhatikanberbagai bentuk ketidakadilan gender yang dialami buruh perempuan di Indonesia,banyak di antaranya yang terjadi akibat minimnya pengawasan pemerintah terhadap parapengusaha yang mempekerjakan buruh perempuan, sehingga mengakibatkan terjadinyaberbagai penyelewengan seperti penerapan jam kerja yang berlebihan bagi para buruhperempuan, pemberian upah rendah pada buruh perempuan, tidak diberikannya jaminankesehatan serta berbagai hak reproduksi (seperti cuti melahirkan, dan lain-lain) padaburuh perempuan, serta kondisi buruh perempuan yang relatif lebih rentan mengalamiPemutusan Hubungan Kerja (PHK). Untuk mengatasi hal ini, saran yang dapat diajukankelompok kami adalah bahwa pemerintah perlu membentuk suatu badan pengawas untukmengawasi kehidupan para buruh, terutama buruh perempuan, di Indonesia. badanpengawas tersebut bertugas mengawasi pemberian berbagai hak-hak buruh, terutamaburuh perempuan, juga pengaplikasian dari hak-hak tersebut. Badan tersebut merupakanbadan yang lepas dari perusahaan, sehingga keberadaannya tidak dapat didikte olehperusahaan.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites